Jepara (07/11) [SMKIA News]– Nama besar Indonesia memang sudah harum dan mendunia berkat keanekaragaman budaya dan kearifan lokalnya, salah satunya yaitu wayang. Tanggal 7 November tiap tahunnya kini diperingati sebagai Hari Wayang Nasional. Hal ini menjadi momentum bagi warga untuk melestarikan salah satu kearifan lokal budaya Jawa ini. Kesenian ini bahkan telah diakui dalam kancah internasional oleh UNESCO dan ditetapkan sebagai World Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Tak ingin ketinggalan, warga SMKIA turut meriahkan momentum ini dengan menerapkan pembelajaran menggunakan media wayang. Menurut salah satu guru yang menerapkan media ini yaitu guru Bahasa Jawa, Ibu Listi Shofiyani, S.Pd., wayang menjadi media yang sangat efektif untuk melatih kemampuan berbicara siswa, menarik perhatian siswa untuk mendengarkan, serta lebih mudah untuk dipahami. “ Siswa itu cenderung lebih mudah memahami secara visual dibandingkan hanya dengan membaca atau mendengarkan. Penggunaan wayang selain untuk menarik perhatian siswa juga untuk menambah wawasan siswa mengenai tokoh-tokoh dalam pewayangan. Wayang dapat memvisualisasikan sosok yang bahkan belum pernah mereka lihat sebelumnya, contohnya Gatotkaca, Punakawan, dan lain-lain.” tuturnya. Siswa pada era ini cenderung gadget-centered, terlalu euforia dengan teknologi dan konten-konten masa kini hingga melupakan budayanya sendiri, ibarat “Wong Jawa, lali Jawane”. “Anak-anak itu hafal sekali karakter anime, seperti Naruto, One Piece, dan berbagai karakter dari luar negeri, tapi tidak tahu siapa itu Puntadhewa, Janaka, Gareng, Shinta, Anoman. Padahal banyak sekali hal-hal positif yang bisa dicontoh dari karakter pewayangan tersebut, warisan leluhur kita” tambahnya.
“Sejatinya, wayang itu berasal dari kata sawiji yang artinya satu, dan hyang yang berarti Tuhan. Manusia ketika hidup di dunia, setiap tindhak-tandhuknya harus berdasar pada aturan Tuhan Yang Maha Esa. Kisah-kisah dalam pewayangan tidak hanya bisa dijadikan pembelajaran bagi siswa, namun semua kalangan karena cerita wayang berisi tentang tuladhaning urip yang patut dicontoh oleh manusia.” Dalam kaitannya dengan perkembangan zaman, banyak yang kini tidak bisa memahami bahasa Jawa kawi. Sementara wayang disajikan dalam bahasa Jawa agar tidak kehilangan patennya. Ibu Witing Mulyani, A.Md., salah seorang guru yang mengajar bahasa Jawa di SMK Islam Al-Hikmah Mayong, menuturkan bahwa wayang boleh mengikuti perkembangan zaman, dari sisi medianya, karena kulit cenderung mahal dan langka, maka bisa dimodifikasi dengan wayang kertas atau boneka. Namun, untuk bahasa penyampaiannya tidak boleh diganti dengan bahasa lain, hal ini agar kita sebagai orang Jawa tetap bisa menguri-uri budaya dan bahasa Jawa. Sementara itu, siswa mengalami berbagai kendala dalam memahami isi cerita dalam bahasa Jawa Kawi, sehingga perlu memanfaatkan bantuan google translate ataupun bertanya langsung dengan guru bahasa Jawanya. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi generasi masa kini yang meskipun orang Jawa tulen, tetapi tidak bisa berbahasa Jawa. Faktor pemicunya tidak lain adalah budaya asing yang gencar-gencarnya masuk ke negara kita. Sementara budaya kita sendiri kian luntur dari peradaban. Hal ini menjadi PR bagi kita sebagai generasi yang perlu melestarikan kearifan lokal bangsa sendiri. (red-AW)